Ramadhan: Bulan Mengendalikan Hawa Nafsu

|

Sering kita mengatakan atau mendengar bahwa puasa (shaum) adalah berfungsi untuk menundukkan hawa nafsu buruk kita. Namun, yang dimaksud sekadar menahan nafsu makan dan minum, tidak berbohong, tidak bertengkar atau aktiviti lain yang bersifat moral semata- mata. Sekiranya faktanya sedemikian rupa maka sebenarnya telah terjadi penyempitan makna dari menundukkan hawa nafsu itu sendiri. Allah SWT berfirman: وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran dan al-Hadist) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [TMQ An-Najm (53): 3-4)
Dalam ayat di atas, Allah SWT secara tegas menjelaskan bahwa hawa nafsu dan wahyu saling berbeza. Hawa nafsu adalah segala bentuk dorongan yang berasal dari dalam diri manusia. Oleh karena itu, hawa nafsu tidak hanya terbatas pada aspek moral sahaja, melainkan meliputi seluruh dorongan ada dalam diri manusia yang terwujud dalam seluruh aktiviti. Sebaliknya, wahyu adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah kepada Rasulullah saw. berupa perintah dan larangan. Wahyu ini yang harus mengendalikan hawa nafsu manusia. Jika hawa nafsu manusia tidak dibimbing wahyu, ia akan cenderung pada keburukan. Oleh itu, ketika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan menundukkan hawa nafsu, maka yang seharusnya terbayang dalam fikiran kita adalah kita mencampakkan dan membuang jauh-jauh seluruh aktiviti yang dilarang oleh Allah SWT. Selain kita meninggalkan aktiviti menyakiti orang lain, kita juga harus meninggalkan amalan-amalan apatah lagi mempropagandakan sekularisma, pluralisma, feminisma, kapitalisma, pornografi, dan fahaman- fahaman sesat lainnya; kita juga harus menghentikan kezaliman terhadap rakyat seperti menaikkan harga minyak yang sepatutnya hak rakyat ini diurus menurut hukum syarak; kita juga harus meninggalkan aktiviti menghalang atau bahkan memfitnah agama dan tajassus (memata-matai) serta menghalang pendakwah Islam. Kita juga mesti berusaha untuk tidak melakukan transaksi riba, bermuamalah secara kapitalis, berpolitik Maciaveli, bernegara tanpa undang-undang yang dilandasi al-Quran dan Hadis, mempertahankan sistem aturan manusia, berinteraksi dalam masyarakat tanpa disandarkan kepada sistem sosial kemasyarakatan yang Islamik, serta menjalani seluruh kehidupan tanpa syariat Islam. Semua itu mesti kita tinggalkan sebagaimana kita berusaha untuk meninggalkan sifat iri, dengki, sombong, takabur dan seluruh sifat buruk lainnya. Seterusnya kita harus mengiatkan diri dan bersemangat untuk bersama-sama, tolong- menolong, dan terlibat aktif dalam menjalankan dakwah; menyeru penguasa yang zalim untuk bersegera menerapkan syariat Islam; menyeru masyarakat untuk bersegera terikat dengan syariah, tetapi bukan sebaliknya. Rakyat dinasihati supaya sabar menghadapi kesulitan hidup, sementara penguasa yang menyebabkan kesulitan hidup rakyatnya malah dibiarkan. Ramadhan mewajibkan kaum Muslim terikat dengan aturan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dîn (agama, sistem hidup) maka tidak akan diterima apapun darinya serta dia di akhirat termasuk orang yang rugi. [TMQ Ali Imran (3): 85] Allah SWT juga berfirman: أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah? [QS al-Maidah (5): 50] Dari dua ayat di atas tampak jelas bahwa kita diminta untuk berhukum pada apa saja yang telah disyariatkan oleh Allah SWT melalui al-Quran dan Hadis; bukan sebahagian sahaja, tetapi seluruhnya. Itulah hakikat sebenarnya dari usaha untuk menundukkan hawa nafsu. Apabila kita telah mampu menundukkan hawa nafsu sebagai hasil dari puasa kita, kita akan menjadi (insyaAllah) manusia yang benar-benar bertakwa, sebagaimana firman Allah: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. [TMQ Al-Baqarah (2) 183]

1 ulasan:

insidewinme さんのコメント...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

Related Posts with Thumbnails